Fenomena BB

Akhirnya saya membeli BB!
Padahal lama saya bertahan tidak mau menggunakan BB, karena banyak alasan.
Saya bahkan selalu mencari kelemahan BB dan mengejek teman yang memakai BB ketika BBnya tersebut bermasalah.

Alasan utama saya tidak mau menggunakan BB adalah dominasinya yang terlalu kuat, sehingga memaksa orang untuk menggunakannya. Pemaksaan atau dominasi itu terutama dalam penggunaan BBM. Coba perhatikan, BBM hanya bisa menggunakan BB! (tentu saja). Itulah yang saya maksud. Anda akan terpaksa membeli BB, walaupun anda sudah punya banyak handphone yang lain.

Saya sih bisa enteng dalam menolak menggunakan BB. Dulu ketika BB pertama mulai digunakan di Indonesia, saya membeli 1 melalui program yang disediakan kantor. Tentu harganya masih mahal, karena secara handphone, BB memang tergolong yang bagusnya. Waktu itu belum banyak yang pakai BB sehingga saya tidak punya lawan untuk BBM, dan belum populer. Akhirnya BB tersebut saya berikan untuk istri. Paling tidak, modelnya yang bagus bisa untuk gaya, dan kalau update status  Facebook bisa kelihatan logo BBnya.

Belakangan, anak-anak saya pun pingin BB dan mau tidak mau saya membelikannya. Jadi, bagi saya BB mah biasa saja.

Tetapi desakan agar saya menggunakan BB terus berdatangan. Pertama, dari teman-teman di kantor. Mereka membuat group BBM untuk memudahkan penyebaran informasi. Saya, tentu tidak masuk dalam group tersebut. Informasi ke saya hatjs mengandalkan telpon, SMS, atau email.

Kelompok kedua yang mendesak saya adalah dari keluarga besar, dimana informasi banyak dishare melalui BBM. Waktu itu saya berdalih bahwa BB stylenya lebih cocok untuk perempuan. Alasan ini pun ramai dibantah.

Kelompok ketiga yang mendesak saya adalah kekuarga saya sendiri, istri dan anak-anak saya, yang semua menggunakan BB dan saling berkomunikasi dengan BBM. Mereka saling chat, mengirim gambar, dan lain-lain secara instan, dan selalu tanpa saya di antara mereka.

Kelompok lain lagi adalah teman-teman saya yang suka pulang kerja bareng, semua menggunakan BB dan share informasi dengan BBM. Kalau ke saya mereka terpaksa pakai SMS.
Suatu kali saya pulang kerja naik mobil omprengan. Di bagian belakang mobil itu ada 6 orang penumpang, dan saya lihat 5 di antaranya memakai BB dan berBBM-ria. Hanya saya, orang ke-6, yang tidak pakai BB.

Beberapa orang kenalan saya juga mencoba meminta PIN BB saya, dan selalu membuat saya dongkol. "Emang harus, apa, punya PIN BB?"

Desakan paling kuat akhirnya datang dari istri. Kesannya saya kok bandel banget dengan prinsip nggak mau dipaksa pakai BB. Ya sudahlah. Apa gunanya juga saya bertahan dengan alasan-alasan yang justru tampak lebih "dipaksakan" juga. Akhirnya saya memutuskan untuk beli, dan membiarkan diri untuk "dijajah" oleh pembuat BB.

Tetapi dari semua itu, sebenarnya saya sangat kagum dan salut pada orang yang mempunyai ide membuat BB! Atau lebih tepatnya BBM! Perhatikan, dengan ide BBM itu, berapa juta orang yang terpaksa beli hardware BB yang umumnya lebih mahal dari handphone biasa, lalu berlangganan paket BB setiap bulannya!

Saya juga kagum pada ide yang memunculkan Yahoo!, lalu muncul YM, Skype, Google, Facebook, Twitter, dan lain-lain. Tetapi tidak ada yang memaksa banget seperti BB!

Ya sudahlah. Tidak mengapa juga saya akhirnya menyerah pada kekuatan memaksa yang luar biasa ini. Bahkan, sudahlah juga, saya mulai harus membiasakan diri mengetik tulisan blog di layar kaca tablet milik istri saya.
Hhhhh...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar