“INI BUKAN DEBAT CAPRES!”

KOMENTAR TERHADAP DEBAT CAPRES KE-2:
“INI BUKAN DEBAT CAPRES!”

Oleh: Haer Talib (fb.me/LaHaer)


Saya juga menonton Debat Capres ke-2 ini, biar nggak hanya dengar kata orang. Saya luangkan waktu menonton sampai selesai.
(Setelah menunggu pihak-pihak yang langsung bereaksi setelah debat, bahkan ketika debat berlangsung, kali ini saya juga ingin berkomentar).


(1) BUKAN DEBAT *CALON* PRESIDEN
Apa yang saya tangkap (kesan) adalah: INI BUKAN DEBAT CAPRES! Tetapi “Debat Presiden vs Capres”. KPU ini gimanaaa???

Pertanyaan utk Debat Capres seharusnya mengarah ke “Apa yang AKAN dilakukan”, “Bagaimana strategi”, “Bagaimana sikap” terhadap issue terkait DI MASA DEPAN (2019-2024), BUKAN apa yang sudah terjadi!

Ini pak Jokowi benar-benar tampil sebagai Presiden, bukan sebagai Capres. Jawabannya selalu dimulai “dalam 4 tahun ini”, atau “dalam 3 tahun ini” dan seterusnya, mengungkapkan data YANG SUDAH DILAKUKAN. Itu sebagai Presiden, padahal seharusnya ini DEBAT CAPRES!

Memang pak Jokowi itu “petahana” (incumbent, masih menjabat), tetapi seharusnya mengerti bahwa beliau diundang dan tampil dalam acara DEBAT CAPRES! Berdasarkan ini, hampir seluruh yang disampaikan pak Jokowi adalah di luar konteks! Beliau tampil sebagai Presiden, bukan sebagai Capres!

(2) MENYERANG PRIBADI
Saya juga merasa sangat tidak pas ketika pak Jokowi justru menyerang pribadi (soal tanah, dan ketika menyebut pak Prabowo tidak optimis). Pada waktu debat pertama, pak Jokowi juga mengungkit-ungkit tanda tangan pak Prabowo untuk caleg yang mantan koruptor. Kenapa ya suka menyerang pribadi? Sementara pak Prabowo jika “menyerang” tidak kepada pribadi, tetapi terhadap “kekuasaan” (yang artinya tidak kepada pak Jokowi sebagai pribadi). Menyerang pribadi kan sudah “dilarang”, dan sama sekali TIDAK ETIS, apalagi dipertontonkan kepada berjuta-juta pemirsa.

(3) JANGAN MAU DILEMPARI TANAH
Saya tidak kompeten pada masalah data yang disampaikan pak Jokowi sebagai “prestasi” yang sudah dicapai selama pemerintahannya, dan akhirnya data-data tersebut banyak disanggah oleh berbagai pihak yang berkompeten dan disimpulkan sebagai data yang tidak benar (bukan tidak akurat saja).

Saya justru melihat, penyampaian “data prestasi” ini (walaupun tidak benar) adalah strategi MEMUKAU pemirsa yang kurang paham (tidak berkompeten). Bayangkan, berapa juta orang yang sudah terhipnotis oleh data tersebut, yang keburu bersorak-sorai dan mengagumi capaian pak Jokowi? Walaupun data-data ini akhirnya disanggah dengan bukti yang kuat, tetapi HANYA BERAPA ORANG SAJA yang kemudian menyimak data yang benar?

Seharusnya, menurut saya, pak Prabowo harus langsung memverifikasi data tersebut atau MENGUJINYA untuk menunjukkan kepada pemirsa bahwa kualitas data yang disampaikan HARUS DIRAGUKAN. Debat ini adalah TONTONAN sesaat, untuk konsumsi dan uforia para pendukung. Percuma klarifikasi setelahnya, karena hanya sedikit orang yang menyimak. Ibarat bapak (Prabowo) dilempari tanah, mungkin bapak tidak merasa sakit, namun baju bapak menjadi kotor, walaupun kemudian bisa dicuci. Jangan mau (terima) dilempari tanah, pak!

(4) AKU HERAN
Nyanyian pak Karni Ilyas (presiden ILC) dan ibu Susi (menteri Kelautan dan Perikanan) di acara ulang tahun TV One baru-baru ini adalah lagu Franky Sahilatua yang berjudul “Perahu Retak”. Salah satu syairnya yang selalu terngiang dalah benak saya adalah: “Aku heran… aku heran…”

Nyanyaian “aku heran…” ini selalu masuk ke dalam benak saya ketika menonton para pendukung Jokowi yang sangat ngeyel membela pak Jokowi, apapun kondisinya, dan selalu menyempatkan untuk menyerang dan mendiskreditkan pak Prabowo. Seperti pada acara ILC tgl 19/2/2019 kemarin. Ampyunn deh! Nggak ada lagi logika yang masuk ke kepala saya, kok sampai segitunya mereka ini. Ngeueyell polll.. dan nggak logis, dan bisa-bisanya menyerang/mendiskreditkan pak Prabowo walaupun dalam waktu yang sempit.

Apa yang akan didapat para tokoh ini sebagai imbalan nantinya? (atau sekarang sudah dapat juga?) Saya tidak mengerti. “Aku heran… aku heran…”

(5) TIDAK PERLU DEBAT
Saya bukan orang politik, jadi tidak paham juga kenapa harus ada DEBAT dalam rangkaian pemilu presiden. Apakah hanya ikut-ikutan TRADISI di Barat saja? Dengan memetik SEDIKIT manfaat (dan mungkin lebih BANYAK mudharatnya, sehingga di dalam Islam debat justru lebih baik ditinggalkan).

Mungkin yang paham hanya orang-orang seperti Effendi Gazali, yang dengan gagasan dan terobosannya pemilu di Indonesia bisa dilaksanakan serentak dan sebagainya. Tetapi khabarnya doi ada menyesalnya juga ya? Hehe… jika ada rasa menyesal, itu pertanda ada dosa lho boss…

Debat Capres, seperti yang kita saksikan di pemilu kali ini, waktunya sangat singkat, dan pertanyaannya sangat rumit (dibuat oleh pakar yang berkompeten). Di sini capres dituntut untuk mengetahui SEGALANYA, dari yang strategis sampai yang teknis. Bahaya kalau kurang nangkap pertanyaannya sehingga memberikan jawaban yang tidak nyambung. Pertanyaan tidak bisa diulang, bakal bikin malu. Jadi ya berat juga, sehingga kandidat perlu diberi kisi-kisi segala, dan kalau bisa pakai cheat (curang!). Ada benarnya kata-kata Sujiwo Tejo (dalam acara ILC) yang mengatakan bahwa itu untuk kelas Dirjen, bukan calon Presiden!

Ya iya lah! Presiden itu PEMIMPIN BESAR / TERTINGGI, ngapain membahas capaian dalam angka? Presiden itu bukan pekerja sendiri, akan dibantu oleh para menteri sesuai bidangnya, dengan banyak pakar di dalamnya! Tidak terbayangkan debat seperti ini dilakukan oleh almarhum Gus Dur. Walahh…

Yang kami harapkan (sebagai rakyat Indonesia) adalah pemimpin yang BERWIBAWA, yang akan membawa (lead) bangsa dan negara Indonesia menuju kemajuan, kesejahteraan (moril), kemakmuran (materil). Kita sudah berpengalaman lebih dari 70 tahun merdeka, melaksanakan program-program pembangunan. Kita telah BERSAMA-SAMA melaksanakan pembangunan di berbagai bidang. Kemajuan adalah capaian dari seluruh rakyat Indonesia. Yang kita perlu itu PEMIMPINNYA, yang bekerja itu para menteri dan segenap komponen bangsa! Mengapa perlu Calon Presiden dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan seperti menguji mahasiswa atau pelamar kerja?

Jika memang ingin mengetahui visi dan misi Capres/Cawapres, beri kesempatan mereka berpidato, menyampaikan visi dan misinya. Beri kesempatan mereka mengkritik pihak lain, karena kritik dari “lawan” adalah sebuah “kejujuran”. Tidak perlu mereka hadap-hadapan, apalagi dalam waktu yang singkat, dan tanpa instrumen yang bisa mereka pakai untuk menyampaikan detail jika diperlukan.

(6) PRESIDEN TIDAK SENDIRI
Hal paling penting menurut saya dalam pilpres ini adalah bagaimana “kelompok” di balik dan di sekitar Capres! Ini yang mengkhawatirkan, karena Presiden itu nanti tidak sendiri. Kelompok di balik dan di sekitarnya itulah yang mengatur bagaimana pelaksanaan negara ini.

Kelompok “di balik” Presiden itu yang tidak kelihatan, sedangkan kelompok “di sekitar” Presiden itu yang kelihatan. Apa benar ada “kelompok di balik Presiden”? Yah ada lah, mereka turut mengatur apa yang perlu dilakukan oleh Presiden, apalagi kalau Presiden itu hanyalah “petugas partai”.

Jadi, ngapain kita repot-repot memilih Presiden serba bisa, sementara nanti yang mengatur negara ini justru yang tidak terlihat?

Debat Capres yang digelar KPU ini, menurut saya, justru membuat kita lupa akan “pemilihan” yang sebenarnya. Kita terbuai dengan calon Presidennya, sampai lupa dengan “siapa saja” dan “dari mana saja” orang-orang yang akan bersama Presiden itu nantinya. Ingat: yang nanti akan bekerja di tataran teknis bukan pak Presidennya! Pak Presiden tinggal meresmikan, tetapi yang menyiapkan adalah orang-orang yang mengaturnya.

Coba bayangkan, apakah pak Presiden yang menyeleksi ribuan perda bernuansa syariah yang akan dicabut? Siapa yang mempunyai gagasan untuk mencabut perda-perda tersebut? Siapa yang punya ide melantunkan bacaan Al-Qur’an di istana dalam langgam Jawa? Siapa yang meyakinkan Presiden untuk “membeli” Freeport dengan harga mahal padahal bisa menunggu 2 tahun sampai kontraknya habis dengan sendirinya, dan bisa menuntut Freeport untuk memperbaiki yang dirusaknya? Dan seterusnya… dan sebagainya… dan lain-lain.

Tidak mungkin sang Presiden semua. Lalu mengapa kita repot pakai Debat Capres segala, dan menuntut Capres yang serba tahu dan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang rumit?

Sudahlah, tidak usah berdebat lagi!

(7) KEKUATIRAN YANG SEBENARNYA
Sebenarnya saya bukan fansnya pak Prabowo, juga bukan fansnya pak Jokowi. Namun saat ini, hanya keduanya yang bisa dipilih sebagai Presiden. Pak Jokowi sudah mendapat kesempatannya, dan sekarang pak Prabowo juga bisa mendapat kesempatan.

Mengapa pak Jokowi tidak 2 periode? Melihat dan mendengar situasi saat ini, saya justru kuatir, “kelompok di balik” Presiden yang ikut mengatur-atur akan mendapat TAMBAHAN WAKTU untuk semakin rapi dalam menanamkan kukunya, menjadi semakin kuat, sehingga sulit menghindarinya nanti. Tidak apa-apa kan mengganti Presiden? Toh misalnya pak Prabowo terpilih, maka tentu akan berjuang untuk memajukan bangsa dan negara Indonesia juga, bukan?

Jadi kita sebenarnya tidak memasalahkan pak Jokowi atau pak Prabowo, tetapi kita menghindar dari semakin kuatnya kelompok yang ikut mengatur-atur bangsa dan negara ini, padahal mereka bukan Presidennya!

Jika pak Prabowo yang terpilih menjadi Presiden, maka “kelompok” tersebut akan memulai lagi --dan pastinya akan berusaha terus-- untuk ikut mengatur-atur negara kita ini. Mereka tidak hanya meneruskan yang sudah ada dan menjadi semakin kuat, tetapi harus memulai lagi dengan situasi dan kondisi yang baru.

Lima tahun ke depan, kita bisa melihat dan mengevaluasi lagi, apakah pak Prabowo juga harus dihentikan. Kan tidak harus 2 periode. Satu periode saja sudah cukup, sudah mendapat kesempatan, dan memberikan kesempatan kepada yang lain lagi. Pastinya Presiden yang baru akan melanjutkan hal-hal baik yang dicapai Presiden sebelumnya. Kan sama saja. Daripada Presiden lama yang justru mungkin akan meneruskan hal-hal buruk yang dimilikinya (karena menganggap baik).

Hal lain yang menjadi pertimbangan saya adalah pak Prabowo mendapat dukungan dari kebanyakan ulama. Saya ikut kata ulama, karena percaya mereka sudah memikirkan kemaslahatan dan kemudharatannya, yang bagi kita yang awam tidak bisa melakukannya. Jadi saya percaya.

Demikian komentar saya terhadap Debat Capres ke-2, semoga dapat dimaklumi, dan ada manfaatnya bagi kita semua.

Cileungsi-Bogor, 20 Feb 2019.

<< Download Versi .PDF >>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar