MENGAPA TAKUT POLIGAMI

Poligami - foto dari ilmupoligami.com
Lucu saja mendapatkan postingan tentang poligami lagi.
Poligami lagi, poligami lagi.
Yang posting juga bukan pelaku poligami.
Yang bahas juga ga jadi-jadi berpoligami.

Yang sudah berpoligami hanya sedikit yang bisa hehe karena merasa berhasil, namun tidak sedikit yang justru menasehati agar tidak usah berpoligami. “Setelah tiga bulan baru gw tahu,” kata seorang teman yang berhasil nekat berpoligami, walaupun tanpa restu istri pertama, dan akhirnya keluarga pertamanya broken!

Saya bukan anti poligami, dan juga bukan pelaku poligami. Saya hanya tertarik melihat fenomena posting poligami yang sering di medsos, utamanya di WA.


SEMUA LAKI-LAKI INGIN POLIGAMI


Poligami adalah beristri lebih dari satu, baik secara resmi (tercatat di catatan sipil atau KUA) maupun tidak. Kalau hanya selingkuh, bukan poligami.

Sebagai laki-laki yang sering bergosip-ria (ngobrol/diskusi) dengan teman laki-laki, saya hampir yakin bahwa semua laki-laki ingin berpoligami. Ketika membahas tentang poligami hati menjadi senang, walaupun sekadar bergurau. Tetapi kalau ayahnya berpoligami, pastinya kurang suka bahkan menentang. Begitu juga kalau kakak/adik ipar atau menantunya berpoligami, pasti tidak suka! Lah, kalau tidak suka, mengapa kita ingin? Aneh! Egois!

Di agama Islam, poligami boleh sampai 4 istri (dalam waktu yang bersamaan). Di agama Katholik, setahu saya (ada teman yang beragama Katholik), tidak boleh alias mustahil (katanya harus mendapat izin dari Paus dulu baru bisa, jadi sangat tidak mungkin). Di agama Islam pun sebenarnya banyak syaratnya, terutama harus bisa adil --dan ini berurusan langsung dengan Tuhan, padahal manusia sulit sekali untuk adil-- sehingga sebenarnya sangat sulit juga untuk mendapatkan restu berpoligami.

Memang ada contoh nyata pelaku poligami yang “sukses”, baik yang muda maupun yang miskin bisa berpoligami, ustadz berpoligami, bahkan ada istri yang justru mendorong/ membantu suaminya untuk berpoligami. Alasan istri bisa bermacam-macam, antara lain yang terkenal: “supaya bisa ikhlas”, “melaksanakan sunah”, dan “agar mendapat ganjaran surga”. Namun benarkah mereka “sukses”, dalam arti memberikan kebahagiaan bagi pelaku dan para istrinya? Dari video dan tayangan wawancara terhadap istri yang “tidak masalah” atau “berbahagia” bisa berbagi dengan madunya, kita merasa takjub. Lagi-lagi pertanyaan (dalam hati): “benarkah?”

ANAK TK


Sekali lagi saya nyatakan, saya tidak anti poligami, karena kalau bisa --ya ingin juga hehe…

Selain itu, sebagai seorang muslim, menentang poligami berarti menentang sunah, karena agama membolehkan. Tidak, saya lebih takut kepada Allah daripada semuanya. Tetapi, dengan berbagai alasan yang menghadang sehingga tidak berpoligami, rasanya saya sampai kepada kesimpulan mengapa laki-laki akhirnya tidak jadi berpoligami. yaitu: TK alias "Takut Kehilangan”!

Iya lah.
TK (Takut Kehilangan) kebahagiaan yang sekarang.
TK (Takut Kemarahan) istri yang merasa dikhianati.
TK (Takut Kehilangan) anak.
TK (Takut Kemarahan) keluarga apalagi keluarga istri.
TK (Takut Kekurangan) harta untuk membiayai lebih dari satu rumah tangga.
TK (Takut Kehabisan) waktu untuk mengurus banyak istri, anak, dan tentu keluarga yang menjadi lebih banyak.
TK (Takut Kehilangan) jabatan atau pekerjaan (bagi pegawai terutama PNS dan TNI/Polisi).
Dan banyak TK-TK yang lainnya.

Semua TK yang saya sebut di atas sebenarnya bisa diwakili oleh satu kata: egois! Kita takut kehilangan atau kekurangan “milik” kita yang sekarang!

Lho kok terbalik? Bukannya yang berpoligami yang egois?

Ya bisa juga iya, kalau dikatakan dia egois karena tidak memikirkan perasaan istri. Tetapi bukankah istri juga egois, mau memiliki sendiri? Hehehe…

Lho, bukan hanya istri lho! Perasaan anak-anak juga, perasaan keluarga, perasaan banyak pihak lain yang menganggap pelaku poligami “berkhianat” terhadap pasangannya, dan seterusnya.

Kok ada soal “khianat” ya? Iya dong, kan perkawinan itu adalah ikatan di atas “janji suci”. Hladalah… kok sampai ada soal “janji” yang suci segala ya? Kalau dalam Islam, tidak ada janji suami kepada istri untuk tidak kawin lagi alias berpoligami. Mungkin di agama tertentu ada klausul tersebut, sampai ada “Perjanjian Pra Nikah” segala. Lalu kenapa orang Islam yang tidak pakai janji itu harus patuh?

Yo wes, silahkan melakukan poligami kalau begitu.

Hehe.. ternyata tidak juga berpoligami. Ngomong doang. Ya karena egois itu tadi. TK. Takut Kehilangan. Takut Kekurangan. Takut Kemarahan. Dan seterusnya.

POLIGAMI HANYA KEINGINAN


Jadi, biarlah poligami itu menjadi senda gurau saja. Melampiaskan keinginan yang tidak sampai terwujud. Kalau toh ada yang ‘nekat’, ya biar juga. Toh dia yang akan melaksanakan, dan merasakannya.

Saya sebut ‘nekat’ karena pada awalnya tentu dia juga berhadapan dengan serangkaian TK yang merupakan perwujudan dari rasa egoisnya. Orang kok egois? Ya iya lah… coba perhatikan berapa persen dari keseharian anda yang tidak anda gunakan untuk kepentingan diri anda, termasuk keluarga anda, dan lain-lain anda.

Jadi apa konklusinya? Ya nggak ada juga. Biar saja obrolan tentang poligami berlangsung terus, termasuk postingan saya ini.
Hehe… selamat berwacana saja lah, wong anda juga TK kok :) :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar